terkini

Iklan Film

Akankah Eksekutif dan Legislatif Jadi Langganan KPK Pasca Covid19? (Bahaya Laten Korporatisme Ekonomi dan Politik di Masa Covid19)

Lidinews
Kamis, 5/21/2020 12:42:00 AM WIB Last Updated 2023-02-11T03:44:43Z
Foto : Acik Wesa. Wakil Ketua Bidang kajian Ilmiah 
DPC GMNI Makassar/Lidinews.com

“KPK seperti biasa “langgeng” berlangganan dengan eksekutif dan legislatif. Busuknya kedua pilar demokrasi ini, membuat KPK tak lekang waktu bersilaturahmi dengan mereka”

Sulsel, Makassar, Lidinews.com - Berbicara tentang korupsi, adalah hal lumrah dan tidak asing lagi bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagaimana tidak, setiap tahun tahun rumah jeruji besi selalu diiisi oleh oknum pembegal kas negara. Mulai dari eksesutif, legislatif, pun aparataur negara yang memiliki otoritas dalam mengelola keuangan negara. 


Seperti biasa, lahan basah yang selalu dikunjungi Komisi Pemberantasan korupsi ialah pihak eksekutif dan legislatif. Kedua pilar ini dianggap sebagai gerbong dan gudang pengelola keuangan negara. Legislatif sebagai otoritas legislasi dan badgeting biasa selalu bertingkah koruptif dalam memanfaatkan peluang profit. Dan eksekutif sebagai pelaksana legislasi dan badgeting pun biasanya pincang dan gagap berujung koruptif dalam mengelola keungan negara. 


Hal di atas pernah diutarakan oleh Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi(MK) Mahfud MD di sela sela sosialisasi Peningkatan pemahaman Hak Konstitusi Warga Negara Bagi wartawan di Gedung III Pusat Pendidikan pancasila dan Konstitusi Bogor, Jawa Barat, (RILIS.ID,Bogor,27/02/2018,Dari Empat Pilar Demokrasi, Cuma Pers Yang Sehat). 


Menurut mahfud ”dari empat pilar demokrasi; legislatif, eksekutif, yudikatif, dan pers, paling sehat itu pers”. Terkait legislatif, menurut mahfud disebutnya agak mebusuk diseluruh tingkatan dari pusat sampai ke daerah. Dan mereka menjadi langgana Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK), Kejaksaan dan Polisi. Begitu juga dengan eksekutif.banyak kepala daerah yang bernasib seperti legislatif. 


Dari persepsi yang dibangun oleh Mantan ketua Mahkamah Konstitusi tersebut membenarkan bahwa legislatif dan eksekutif merupakan faktor penunjang keberadaan KPK. Artinya bahwa, legislatif dan eksekutif selalu memupuk kultur koruptif dalam menjalankan roda amanh rakyat. Sehingga KPK pun memiliki kanal kerja. Akan tetapi dalam analisis positifnya bahwa, KPK selalu “langgeng” (memburu) para koruptor  di rumah legislatif dan eksekutif. Dan kedua pilar demokrasi (eksekutif dan legislatif) merupakan kawah subur koruptor. 


Anggran Penanganan Covid-19, Eksekuti & Legislatif, KPK


Dalam mengahadapi Pandemi Corona Virus Desease 2019, Eksekuti dan Legislatif bersepakat mengucurkan anggaran dengan nominal yang cukup fantastis. Eksekuti (pemerintah pusat) mengucurkan anggaran sebesar 405,1 T dalam rangka penanganan dan pencegahan Covid 19. Pun pemerintah daerah dan legislator mengucurkan anggaran hasil realokasi dan refocusing dengan jumlah yang menohok juga. 


Mencermati itikat baik dari eksekutif dan legislatif dalam percepatan penangan Covid 19(kucuran anggaran), pelbagai stigma keraguan selalu menjadi bahan sajian gurih. Hal demikian muncul atas habitus koruptif eksekutif dan legislatif di Indonesia(sebagian). Pasalnya, dalam setiap kucuran anggaran, keraguan terhadap penyalahgunaan anggaran selalu menjadi poin utama. 


Dalam konteks pandemi ini, anggaran yang dikeluarkan dari kas negara, daerah cukup besar. Dan peluang koruptif pun semakin tinggi. Siapa yang bisa meyakinkan, pengelolaan anggaran tersebut berlangsung mulus dan sesuai tupoksi? Jalan tikus untuk merampok akan terbuka lebar di tengah merebaknya pandemi Covid19. Walaupun legislatif hanya berwenang dalam sistem badgeting, akan tetapi seperti biasa, loby dan negosiasi lahan selalu menjadi sorotan empuk. 


Semisal, anggaran covid 19 dari pusat sampai daerah dialokasikan dalam beberapa perincian. Mulai dari bidang kesehatan, ekonomi, ketahanan pangan dan sebagainya. Jika jalur penyerapan anggaran ini berlangsung sesuai ketentuan maka, peluang korupsi akan sedikit. Akan tetapi, berhadapan dengan “uang”, tikus mana yang tak ingin menyentuhnya? 


Nah, dari stigmatisasi keraguan  ini, instansi negara yang memiliki otoritas dalam pemberantasan korupsi yaitu KPK(komisi pemberantasan korupsi). Eksekutif dan legislatif akan kembali berlangganan dan bersilaturahmi ketika mereka menyalahgunakan atau menyelewengkan anggaran tersebut untuk kepentingan individu. 


Dan KPK sebagai lembaga negara yang memiliki otoritas dalam menjegal tikus tikus kantor sekiranya bekerja keras dalam masa pandemi ini. Sehingga hal yang disampaikan Mahfud Md sebelumnya bisa diaminkan dan diyakinkan sebgai stigma realitas.  


Namun, diluar dari prosedur kerja KPK sesuai amanat konstitusi, hal paling pentingnya adalah KPK akan dipandang sebagai “garda terdepan” dalam pemberantasan korupsi jika tidak bersekutu untuk melakukan korupsi masal semasa pademik. 


Akankah KPK masih memiliki otoritas pasca ditetapkannya Perpu No 1 Tahun 2020 tentang Corona menjadi UU Corona(UU No 2/2020?


Penulis: Acik Wesa (Wakil Ketua Bidang Kajian Ilmiah DPC GMNI Makassar)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Akankah Eksekutif dan Legislatif Jadi Langganan KPK Pasca Covid19? (Bahaya Laten Korporatisme Ekonomi dan Politik di Masa Covid19)

Iklan

Pasang Iklan Di Sini Close x Kode Iklan Di Sini Broo