terkini

Iklan Film

Tahlilan di Musim Pandemi, Pertarungan Tanpa Pemenang

Lidinews
Selasa, 6/16/2020 08:31:00 PM WIB Last Updated 2023-02-11T03:44:02Z

Madura, LidiNews.com - Tahlilan adalah satu acara tradisi yang dijalankan oleh seluruh warga Nahdiyin. Kalangan sosial kemasyarakatan bahkan spiritual yang berada dalam satu naungan sistem dan organisasi ke”NU”an.

Tradisi Tahlilan ini hampir tidak pernah ditinggalkan oleh seluruh kalangan NU baik di kota maupun di pelosok desa. Bahkan ada semacam diskredit sosial (baca, diskriminasi sosial) bagi siapapun yang mengaku NU yang tidak menjalankannya.

Namun pertanyaannya adalah apakah Tahlilan tersebut? Lantas bagaimana refleksi tradisi ini bisa dijalankan di musim pandemi? Ini dia jawaban dari pertanyaan tersebut:


Pengertian Tahlilan

Tahlilan adalah salah satu aktivitas spiritual yang menggabungkan antara unsur keagamaan dengan sosial kemasyarakatan. Biasanya acara ini dilangsungkan ketika ada keluarga yang meninggal dunia.

Disebut menggabungkan antar dua konsep spiritualisme religius dan sosialitas, karena di dalamnya ada ritual-ritual yang diperbolehkan dalam agama Islam. Seperti membaca tahlil, istigfar, mengaji Surat Yasin dan selainnya.

Selain itu, pada acara tersebut si tuan rumah juga memberikan sedekah berupa makanan dan minuman kepada orang yang hadir untuk ber-tahlil di rumahnya. Sebuah suguhan sederhana dan ikhlas demi untuk menyenangkan dan menghormati tetamu.

Umumnya Tahlilan dilakukan selama satu minggu full sejak hari kematian hingga tujuh hari setelahnya. Sedangkan setelah itu, Tahlilan dilakukan secara aksidental tepatnya ketika usia kematian mencapai 40 hari, 100 hari dan 1000 hari.


Tahlilan Identik dengan Acara Kerumunan (Massa)

Tahlilan adalah tradisi yang mengikutsertakan orang berjumlah banyak. Minimal 30 orang ke atas. Bahkan kalau si tuan rumah dari kalangan berada, bisa mencapai ratusan orang.

Profile inilah yang sejatinya menarik diulas terkait dengan terjadinya virus corona yang notabene tercegah semua jenis kerumunan. Namun entah pergulatan yang mana yang akan menjadi pemenang antara adat dengan pandemi? 


Ini ulasannya:

Tahlilan Sudah Dilangsungkan Bertahun-tahun
Tahlilan adalah tradisi yang sudah dijalankan selama bertahun-tahun. Bahkan sudah mengakar sejak ratusan tahun yang lalu, sehingga menjadi falsafah tersendiri di dalam jiwa-jiwa para nahdiyin.

Sedangkan pandemi dengan segala tolak ukur bahaya dan “kengerian-nya”, masih tidak terlalu dikenal oleh masyarakat luas. Bahkan tidak sedikit yang melanggar sosial distancing bukan karena itikad antipati, tetapi memang tidak mengenal esensi pandemi yang terjadi.

Ada Semacam Hukuman Sosial Yang Terawat
Jika tahlilan tidak dilakukan, maka potensi mendapatkan hukuman sosial dari masyarakat akan tampak saat itu juga. Bahkan simpang siur berita menjadi bola panas hingga dikaitkan pada komunitas tertentu yang terlarang hadir di ranah kelompok pertama.

Sedangkan pandemi corona memang memiliki hukuman sosial serupa. Apalagi jika diri terpapar yang otomatis akan dilengserkan dari pergaulan. Bagaimana tidak? Jenazah saja ditolak apalagi yang masih hidup!

Akan tetapi efek ini masih berjalan panjang dengan horison yang masih buram. Bahkan untuk melihat hasil rapid dan swab saja membutuhkan waktu. Ini yang membedakan antara hukuman sosial ala tahlilan dengan covid an sich.

Dua refleksi inilah yang sejatinya menjadi alibi baru masyarakat untuk tetap menjalankan tahlilan, yang notabene tetap berani berkerumun. Namun untungnya ada semacam itikad untuk menjaga keduanya tanpa merusak salah satunya.

Ya Tahlilan tetapi tetap dengan sosial distancing, physical distancing, pakai masker, bahkan hingga membawa hand sanitizer.

Sebuah analisis sosial spiritual sederhana ketika dipertandingkan dengan fenomena kesehatan. Siapa yang menjadi pemenang? Entahlah.


Penulis: Ags

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Tahlilan di Musim Pandemi, Pertarungan Tanpa Pemenang

Iklan

Pasang Iklan Di Sini Close x Kode Iklan Di Sini Broo