terkini

Iklan Film

Pembelajaran Virtual Ala Pandemi Perlukah Permanen?

Lidinews
Senin, 7/06/2020 09:45:00 PM WIB Last Updated 2023-02-11T03:43:28Z

Sumenep, LidiNews.com - Isu kebijakan Pembelaran virtual akan dipermanenkan yang katanya disampaikan oleh Menpen Nadiem Makarim menjadi polemik panas. Hal ini disebabkan oleh munculnya penolakan keras dari banyak kalangan baik pendidik maupun wali siswa.

Jika dilihat dari perspektif filsafat pendidikan, memang kebijakan tersebut harus ditinjau ulang. Pasalnya, ada sisi subjektivitas bahkan pola generalisir masalah yang timbul dari kebijakan tersebut.

Nilai subjektifitas yang dimaksud bahkan mengarah pada tendensius terhadap kepentingan tertentu. Apalagi tidak dimungkiri sebagai pelahir aplikasi virtual tentu beliau (Nadiem Makarim.Red) akan mengikutsertakan idealismenya pada program yang sama plus kelebihan-kelebihannya.

Sedangkan generalisir yang dimaksud adalah munculnya persepsi sama rata terhadap bentuk satuan  pendidikan semisal mahasiswa disamakan dengan siswa, Universitas dipararelkan dengan Dikdas (pendidikan dasar) yang sesungguhnya dari segi apapun memiliki diskursus kepentingan yang berbeda.

Bagaimana logikanya Pendidikan Perguruan Tnggi disamakan dengan SMP, SMA apalagi SD sehingga semua harus belajar online secara permanen?

Ini Alasan Logis Bantahan Pendidikan Virtual Jika Harus di Permanenkan

Jika dibaca poros bantahan yang muncul akibat kebijakan Education Virtual Permanent, ada baberapa alasan logis yang melatarbelakanginya. Ini dia alasan yang dimaksud:

1. Akan Terjadi Penggerusan Edukasi Sosial

Alasan yang pertama adalah pendidikan virtual akan menggerus pendidikan sosial siswa. Karena interaksi antar personal menjadi hilang berganti komunikasi via perangkat.

Jika ini tetap dipertahankan apalagi dipermanenkan, generasi muda bangsa akan kehilangan jati dirinya sebagai insal sosial dan humanis.

2. Hilangnya Kesempatan Menikmati Manisnya Ilmu

Anak-anak harus mengenyam pendidikan bukan semata untuk pintar dan bermoral saja, tetapi juga ada manisnya ilmu. Nikmatnya ilmu inilah yang membuat si pencari ilmu merasa ikhlas untuk menerapkan segala intelektualitas  dan moralitasnya dalam kehidupan.

Manisnya ilmu hanya bisa didapatkan dari pembelajaran langsung. Karena di sana ada adab, takdzim dan etika siswa pada gurunya. Sebuah dinamika yang sejatinya sulit didapatkan dari pendidikan online.

3. Terjadi Konflik Internal Keluarga

Kebijakan Pendidikan virtual yang akan dipermanenkan bisa menjadi pemicu konflik keluarga. Sebab retorikanya disampaikan secara mendadak yang pastinya dari segi skill education of parents masih "hijau". Alhasil mereka saling lempar tanggung jawab dalam pola didikan anak.

Ini juga berpotensi menciptakan situasi yang tidak menguntungkan bagi anak. Apalagi tidak jarang orang tua masih berlaku keras pada anaknya hanya karena pertanyaan bagaimana cara mengaktifkan aplikasi di smartphone saja.

Ingat! Tidak semua orang tua melek teknologi. Sekalipun mereka tidak pernah lepas dari perangkat bawaannya (Smartphone). Karena ini Indonesia.

Alasan itu saja seharusnya sudah cukup untuk membatalkan kebijakan pendidikan virtual yang akan dipatenkan.

Memang sebagai bagian dari anak peradaban teknologi tidak boleh dilupakan dan harus diserap ke dalam setiap dinamika  termasuk pendidikan. Namun dialektika ini tidak boleh ada bahkan harus ditinggalkan karena bagaimanapun adab tetap lebih tinggi daripada ilmu.


Penulis: Ags
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Pembelajaran Virtual Ala Pandemi Perlukah Permanen?

Iklan

Pasang Iklan Di Sini Close x Kode Iklan Di Sini Broo