terkini

Iklan Podcast

Perspektif Kyai-Santri dalam Konstelasi Politik Praktis Pilkada Sumenep

Lidinews
Sabtu, 7/04/2020 12:37:00 PM WIB Last Updated 2023-02-11T03:43:31Z

JATIM, LidiNews.com | Politik praktis adalah dinamika perpolitikan yang sejatinya mengalami siklus dan diskursus yang selalu berubah-ubah. Bahkan perubahan semacam ini yang terkadang memicu warna baru terhadap atmosfer practical politic yang akan dihadapi. 

Salah satu yang perlu diamati bahkan mungkin juga diperdebatkan adalah perspektif Kyai-Santri di dalam politik praktis. Sebuah diskursus baru yang bisa dijelaskan dari berbagai sudut pandang termasuk etika, idealisme hingga aksentuasi massa sebagai simpatisan. 

Pertanyaan sederhana terkait ilustrasi di atas ialah bagaimana jika dalam Pilkada, Pilgub hingga Pilpres ada calon dari kalangan Santri dan Kyai-nya dengan posisi yang saling berlawanan? 

Dengan berpijak dari pertanyaan di atas mari kita ulek secara transparan dan independen untuk menilai secara objektif apakah ada penggerusan moral yang terjadi di sana. Mungkin pula idealisme yang lebih digdaya sekalipun tanpa harus mengorbankan ketakdziman dan naluri berkhidmat. Ini penjelasan lengkapnya:

Pahami Santri Adalah Murid Sang Kyai

Seseorang disebut Santri jika ia mondok pada seorang Kyai. Dilihat dari kacamata apapun salah satu sifat etis Santri tersebut adalah takdzim dan taat pada Kyai yang menjadi pengajarnya. Bahkan beberapa kalangan alumni “nyantri” menyampaikan kalau ketaatan pada Kyai lebih tinggi dari adab.

Dalam poros ini jika memang ingin mendapatkan ilmu islam yang berkah maka sosok Kyai harus benar-benar dihormati oleh santrinya. Bukan pula sebentuk pengkultusan melainkan rasa takdzim yang besar karena dianggap memiliki ilmu agama yang lebih mumpuni dari dirinya. 

Fakta dari argumentasi di atas bisa ditemukan di pondok-pondok pesantren salaf yang terkadang menatap Kyai-nya saja tidak berani. Bahkan berjalan di hadapannya tanpa membungkuk juga “haram’ jika tidak dilakukan sekalipun tidak ada aturan protokoler yang mengesahkan. 

Kyai adalah Ulama Pembimbing Umat

Sosok seorang Kyai, penulis anggap sebagai ulama. Sebab ada sisi keilmuan agama pada beliau yang notabene tidak ditemukan pada manusia yang menyandang status berbeda termasuk guru agama sekalipun. 

Karena dasar ini wajar kalau salah satu bentuk pengabdian Kyai adalah menjadi pembimbing umat. Jadi bukan hanya santri-nya yang harus diarahkan ke jalan yang lurus, akhlak yang benar dan ber-muamalah yang baik, tetapi mental dan perilaku umat juga menjadi tanggung jawabnya. 

Jika dilihat dari perspektif ini tentu dari segi keilmuan, idealisme dan kematangan bersikap seorang Kyai masih lebih maju satu langkah dibandingkan santrinya. Sekalipun tidak ada satupun Kyai yang “ulama” mengakui argumentasi ini. 

Dua sub bahasan ini sesungguhnya menjadi pengadil atas pertanyaan mengapa Santri harus takdzim pada kyai-nya? Lantas apa hubungannya ketadziman dengan politik praktis? Mari kita ulas hubungan solid-nya di bawah.

Politik Praktis Itu Pertarungan Bebas Status

Politik praktis merupakan pertarungan bebas status. Jika masih berupa politik teoretis mungkin masih ada sekat golongan yang bukan tidak mungkin di dalamnya ada Santri yang berkhidmat pada kyai-nya. 

Namun untuk politik praktis semua kalangan bisa masuk ke dalamnya dengan status setara sesuai dengan makna aslinya. Karena yang menentukan bukan siapa yang jadi, tetapi siapa yang mengusung. 

Jika dibaca dari analisis sederhana ini tentu logis jika di dalam politik praktis ada Santri “bertarung” dengan kyai-nya yang secara logis juga terjadi sebaliknya. Sebuah potret langka yang jika dibaca dari definisi politik sebagai sarana untuk membangun negara bukan hal yang salah. 

Euforia yang harus dibantah bukan persoalan Kyai-Santri berpolitik praktis tetapi diskursus Kyai-Santri dalam kampanye politik praktis yang bakal digelar. Masihkah ada ketakdziman dan ketaatan dalam berorasi? Masihkah pula terdapat nilai-nilai aksentuasi keulama’an ketika menyampaikan visi dan misi?

Ini yang harus diperhatikan sebagai sebuah wacana baru bagi masyarakat. Paling tidak bisa dijadikan testimoni untuk generasi berikutnya kalau pertarungan Kyai-Santri dalam laga politik adalah boleh dan wajar. 

Penulis: (Ags)






Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Perspektif Kyai-Santri dalam Konstelasi Politik Praktis Pilkada Sumenep

Iklan

Pasang Iklan Di Sini Close x Kode Iklan Di Sini Broo