terkini

Iklan Podcast

Mafia Pupuk Bersubsidi Malapetaka Bagi Petani

Lidinews
Selasa, 10/24/2023 02:41:00 AM WIB Last Updated 2023-10-23T19:41:44Z

Penulis : Deni Randa Sitepu, S.H
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

Gambar : Mafia Pupuk Bersubsidi Malapetaka Bagi Petani. Lidinews.id


Penyediaan pangan, pakan untuk ternak, dan bioenergi sangat bergantung pada keberhasilan program pembangunan pertanian.


Lidinews.id - Peran pertanian sangat strategis dalam mendukung perekonomian Nasional terutama mewujudkan ketahanan pangan, meningkatkan daya saing, penerapan tenaga kerja dan penanggulangan kemiskinan.


Di sisi lain penyediaan kebutuhan pangan masyarakat merupakan tugas utama yang tidak ringan. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2050 mencapai 330 juta jiwa, terbesar ke enam di Dunia setelah India.

Upaya pencapaian produksi pertanian memerlukan dukungan prasarana dan sarana, termasuk pupuk yang berperan vital bagi pertumbuhan tanaman.

Oleh karena itu, setiap tahunnya pemerintah mengalokasikan anggaran pupuk subsidi untuk mendorong peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian, sekaligus menjamin akses pupuk dengan harga terjangkau bagi para petani yang membutuhkan.

Ketersediaan pupuk sebagai salah satu sarana produksi yang utama, terutama pupuk bersubsidi diharapkan dapat dipenuhi sesuai asas 6 tepat yaitu: tepat waktu, jumlah, jenis, tempat, mutu dan harga.

Pengelolaan pupuk bersubsidi melibatkan berbagai instansi terkait berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 305 Tahun 2019 Tentang Kelompok Kerja Kebijakan Pupuk Bersubsidi yang terdiri dari Tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang memiliki tugas dan tanggungjawab masing-masing.

Penyaluran pupuk bersubsidi dilaksanakan secara tertutup sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/Per/4/2023 Tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk, melalui Produsen (Lini I dan Lini II) kepada Distributor (penyalur di Lini III), selanjutnya distributor menyalurkan kepada Pengecer (Penyalur di Lini IV) hingga sampai kepada Kelompok Tani/Petani.

Penyaluran Pupuk kepada petani dilakukan oleh pengecer resmi yang ditunjuk di wilayah kerjanya berdasarkan dara e-RDKK (Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok) yang dibatasi oleh alokasi pupuk bersubsidi di wilayahnya.

Dalam hal penyaluran yang ditetapkan harus menyesuaikan kebutuhan di lapangan yang diakibatkan pergeseran musim tanam, pengembangan kawasan, adanya program khusus Kemeterian Pertanian dan hal mendesak lainnya, dapat dilakukan realokasi antar wilayah dan waktu sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Pertanian tentang alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi.

Penyalur di Lini IV (pengecer resmi) yang ditunjuk wajib menjual pupuk bersubsidi kepada petani yang terdaftar pada sistem e-RDKK. Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian dan berlaku untuk pembelian oleh Petani di Lini IV (pengecer resmi) dalam kemasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Entah mana yang benar, keserakahan membuat manusia rapuh di hadapan naluri menguasai atau warisan reptilian old brain di dalam kepala yang membuat manusia terus berada pada tingkat mempertahankan diri atau dialektika keduanya.

Namun dalam banyak kasus, moral apapun tidak mampu mengontrol hasrat dan keserakahan untuk memiliki dan menguasai.

Masalah pupuk bersubsidi yang selalu dikeluhkan petani yaitu persediaan yang langka hingga harga yang jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).

Praktik mafia pupuk bersubsidi telah menjadi malapetaka dan menyengsarakan petani. Praktik ini mengakibatkan para petani sulit memperoleh pupuk bersubsidi dan apabila ada harganya di atas HET.

Praktik mafia pupuk subsidi telah merampas hak petani yang adalah pahlawan pangan bangsa. Persoalan pupuk bersubsidi masih menjadi pekerjaan rumah yang tidak kunjung selesai.

Kelangkaan pupuk bersubsidi diakibatkan karena praktik penyelewengan yang dilakukan sindikat mafia secara terstruktur.

Para mafia melakukan penyelewengan pupuk bersubsidi mulai dari perencanaan seperti penyusunan alokasi dan penentuan distributor. Kemudian dari sisi distribusi hingga penyaluran ke tangan petani.

Pada tahun 2021 data dari Ombudsman Republik Indonesia ada sekitar 369.688 warga yang telah meninggal dunia masuk ke dalam data awal RDKK.

Pupuk Bersubsidi banyak bocor ke jalur tidak resmi dan dikuasi tengkulak, calo, hingga juragan pupuk yang bukan bagian dari jalur distribusi resmi.

Lini IV (pengecer resmi) sebagai Lini akhir yang berhubungan langsung dengan Petani penerima pupuk bersubsidi tidak jarang melakukan penyelewengan terhadap pendistribusian pupuk bersubsidi kepada petani.

Kios pengecer resmi yang mengelola pupuk bersubsidi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sudah memperoleh keuntungan yang sah.

Misalnya saja untuk pupuk bersubsidi jenis UREA sesuai dengan aturan kios pengecer melakukan penebusan kepada Distributor dengan harga Rp. 2.181,81/Kg, kemudian kios pengecer menjual kepada petani dengan harga Rp. 2.250,00/Kg.

Dengan kata lain kios pengecer tersebut memperoleh keuntungan Rp. 69,19/Kg. Akan tetapi ada oknum Kios pengecer masih melakukan penyelewengan penyaluran pupuk bersubsidi dengan modus mengakali data pada Nota Pembelian Pupuk Bersubsidi, yang mana tertulis di dalam Nota Pembelian Pupuk Bersubsidi misalnya jumlahnya 250 kg akan tetapi petani hanya menerima dengan jumlah 100 Kg.

Bahkan ada petani yang sama sekali tidak mendistribusikan pupuk bersubsidi tersebut kepada petani yang berhak sesuai data RDKK.

Kolom tanda tangan petani penerima pada Nota Pembelian Pupuk Bersubsidi yang seharusnya ditandatangani petani langsung malah dipalsukan oleh oknum kios pengecer agar pada pelaporan tidak menjadi masalah.

Pupuk Bersubsidi yang tidak disalurkan oleh oknum Kios Pengecer pupuk bersubsidi kemudian dijual kepada pihak lain yang tidak berhak seperti tengkulak dan juragan pupuk yang bukan bagian dari jalur distribusi resmi dengan harga yang jaug di atas HET.

Aparat Penegak Hukum (APH) sudah seharusnya lebih ketat dan tegas menindak setiap oknum pelaku/mafia pupuk bersubsidi yang melakukan penyelewengan terhadap pupuk bersubsidi.

Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 ayat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Kemudian Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Bahkan lebih jauh dapat dijerat dengan pasal 3, pasal 4, pasal 5, pasal 6 atau pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.






Editor : Arjuna H T M




Mafia Pupuk Bersubsidi Malapetaka Bagi Petani
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Mafia Pupuk Bersubsidi Malapetaka Bagi Petani

Iklan