Penulis : Julpadli Simamora
Ketua GMNI Kota Medan
![]() |
Gambar : Ilustrasi Marhaen Mimpi Keadilan di Negeri Konoha - Opini. Lidinews.id |
Lidinews.id - Marhaen adalah sebutan yang disematkan Bungkarno terhadap petani miskin, buruh, nelayan dan kaum miskin kota yang melarat akibat dari sistem kapitalisme, Imperialisme dan Kolonialisme.
Setiap negara didunia pasti memiliki Marhaen termasuk Indonesia, namun perlu di catat bahwa Indonesia sendiri sebelum dan sesudah merdeka dari penjajah, Marhaen tetap terlestarikan hingga sekarang ini, dalam arti belum ada keadilan dan kesejahteraan yang dirasakan kaum marhaen Indonesia.
Jika kita lihat statistik sekarang ini di Indonesia (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 24,06 juta orang per September tahun 2024, angka tersebut bukan angka yang baik untuk sebuah negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) seperti Indonesia, yang mana dari angka diatas didalamnya sudah termasuk petani, buruh, nelayan dan kaum miskin kota, hal tersebut masih yang tercatat oleh pemerintah belum lagi yang tidak terdata.
Lembaga-lembaga yang disiapkan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan sampai tulisan ini diterbitkan belum juga berdampak signifikan kepada rakyat Marhaen.
Berangkat dari hal tersebut, tentunya sebagai warga negara yang baik kita harus terlebih dahulu mencari tau apa akar penyebab Marhaen ini ada, dan kenapa hingga kini Marhaen masih terus bertambah dan terkesan dilestarikan di Indonesia?
Kalau kita berangkat dari historis-nya, bahwa adanya Marhaen adalah akibat dari sistem kapitalisme yang terus menghisap rakyat kecil dan ini terjadi sebelum kemerdekaan, dimana penjajah pada masa itu begitu terstruktur sistematis dan masif melakukan monopoli terhadap hasil jerih payah Marhaen, sehingga mengakibatkan rakyat Marhaen semakin tersiksa dan miskin.
Indonesia sekarang sudah memasuki usia 79 tahun, waktu yang tidak mudah untuk sebuah negara berkembang, tentunya dalam perjalanan-nya Indonesia akan mengahadapi gempuran zaman yang semakin kompleks. Namun, jika bicara kemakmuran kita seakan diajak bermimpi disiang bolong karena sampai saat ini masih jauh dari cita-cita.
Sebab, sistem monopoli masih terlihat jelas di depan mata kita dialami rakyat Marhaen di Indonesia, mirisnya monopoli itu dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, bukti nyata apa yang dituliskan Bungkarno persis seperti yang dituliskan Bungkarno "Kapitalisme Bangsa Sendiri".
Selanjutnya, pada suatu masa kita melihat banyak rakyat Marhaen yang berjuang mati-matian untuk mendapatkan keadilan dan kesejahteraan di negerinya sendiri, namun usut punya usut, ternyata Marhaen sedang bermimpi mendapatkan keadilan di negeri Konoha bukan di Indonesia.
Dan melihat kondisi itu, penulis juga tidak merasa heran karena, begitulah kondisi sistem kita sekarang ini di Indonesia, monopoli yang dilakukan pemilik modal berkerjasama dengan pemegang kekuasaan membuat si Marhaen semakin tercekik, marhane seakan makanan lezat bagi kaum Kapitalis yang berlindung dibawah ketiak pemangku kekuasaan di negeri ini.
Lalu, bagaimana harusnya Marhaen ini agar tidak bermimpi di siang bolong? Kembali kita tanyakan kepada rumput yang bergoyang didepan Istana, sebab jika hanya mengeluh tanpa berjuang tidak akan merubah nasip si Marhaen.
Bahkan tidak akan didengar oleh mereka yang duduk di singgasana kekuasaan. Marhaen coba berharap dengan kelompok -kelompok yang katanya menjadi penyambung lidah rakyat Indonesia, sebut saja partai politik yang ada sekarang ini, namun bukannya mendapat pendidikan politik agar mampu berjuang untuk haknya, malah Marhaen dijadikan komoditas politik momentum semata.
Sehingga, omon-omon kita bicara keadilan dan kesejahteraan Marhaen jika kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan politik tidak memiliki rasa keinsyafan yang sejati.
Jadi, sama siapa lagi marhaen mengadu? Kembali kita tanya rumput yang bergoyang didepan Istana.
Akan tetapi, sebagai rakyat sejati kita harus bergerak agar rumput yang bergoyang didepan Istana mendengar apa yang menjadi keluhan Marhaen, penulis berharap kepada semua stakeholder termasuk organisasi mahasiswa, kelompok masyarakat dan semua rakyat yang sadar untuk terus memantapkan tekatnya berjuang dan siap sedia berjuang bersama rakyat Marhaen, agar mimpi rakyat Marhaen tidak hanya sekedar uthopis semata.
Penutup, sebagai orang yang percaya kepada kekuatan diri sendiri dan kekuatan rakyat, penulis berharap kepada pemerintah agar membuka matanya lebar-lebar serta memiliki keinsyafan yang sejati untuk melihat kondisi yang sebenarnya dialami oleh rakyatnya.
"Perbaikan nasip ini hanya merdeka seratus persen jika tidak ada lagi kemiskinan didalamnya" Bung Karno.
Editor : Arjuna H T Munthe