terkini

Iklan Podcast

Menimbang Keadilan dalam Tragedi Jalanan. Cristiano Tarigan dan Cermin Kasus Dul serta Rasyid Rajasa

Lidinews
Minggu, 6/22/2025 02:14:00 AM WIB Last Updated 2025-06-21T19:49:21Z

Tragedi kecelakaan yang melibatkan Cristiano Tarigan di Yogyakarta memunculkan kembali pertanyaan tentang keadilan hukum bagi pelaku muda dalam insiden lalu lintas. Secara mendalam kasus Cristiano dengan membandingkannya dengan peristiwa serupa yang pernah melibatkan Rasyid Rajasa dan Abdul Qodir Jaelani (Dul).


Tragedi yang Mengguncang Nurani

Pagi buta 24 Mei 2025 menjadi saksi bisu sebuah tragedi yang mengejutkan masyarakat Yogyakarta. Di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Sleman, Cristiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan, seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), tanpa sengaja menabrak Argo Ericko Achfandi, mahasiswa Fakultas Hukum UGM.

 

Nyawa Argo tak tertolong. Kejadian ini dengan cepat menyebar ke berbagai kanal media, membangkitkan gelombang empati dan kemarahan publik. Namun, dalam menanggapi kasus ini, adakah ruang bagi kita untuk merenungkan keadilan yang seimbang?

 

Dalam konteks hukum dan moralitas, Cristiano kini berada dalam pusaran sorotan, antara tanggung jawab, penyesalan, dan realitas hukum yang pernah berlaku pada kasus-kasus serupa sebelumnya.

 

Kronologi Kecelakaan

Kejadian bermula sekitar pukul 03.45 WIB. Cristiano, yang diketahui dalam kondisi sadar dan tidak dipengaruhi alkohol maupun narkoba, mengendarai mobil BMW di kawasan tersebut. Argo, yang saat itu sedang berjalan kaki di pinggir jalan, tertabrak dan meninggal di tempat.

 

Cristiano tidak kabur. Ia justru berteriak meminta bantuan warga, dalam kondisi panik dan trauma berat. Saat ditangkap, ia langsung ditahan oleh kepolisian Polresta Sleman, ditetapkan sebagai tersangka, dan kini tengah menjalani proses hukum.

 

Orang tuanya, Setia Budi Tarigan, pejabat eksekutif di FIF Group (Astra), menyampaikan permintaan maaf publik, mengurus pemakaman korban, serta menyatakan komitmennya untuk mengikuti proses hukum secara terbuka.

 

Cermin dari Masa Lalu - Kasus Rasyid Rajasa

Pada 1 Januari 2013, Rasyid Amrullah Rajasa, putra dari Hatta Rajasa (mantan Menteri Koordinator Perekonomian), mengalami kecelakaan di Tol Jagorawi. Mobil BMW X5 yang dikemudikannya menabrak Daihatsu Luxio. Dua orang meninggal dunia: seorang pria berusia 57 tahun dan balita berusia 14 bulan.

 

Rasyid saat itu tidak dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan. Namun, ia dalam kondisi mengantuk setelah perayaan tahun baru. Meskipun menjadi tersangka dan terancam hukuman hingga 6 tahun penjara, Rasyid tidak ditahan. Alasannya: pihak keluarga menjadi penjamin, dan tidak ada unsur kesengajaan dalam kejadian itu.

 

Respons publik cukup keras, namun negara menekankan pendekatan humanis dalam menimbang usia, kondisi pelaku, dan langkah pertanggungjawaban yang telah dilakukan.

 

Pelajaran dari Kasus Abdul Qodir Jaelani (Dul)

Delapan bulan setelah kasus Rasyid, tragedi lain menimpa Abdul Qodir Jaelani alias Dul, putra musisi Ahmad Dhani. Pada 8 September 2013, Dul yang saat itu baru berusia 13 tahun, menyetir tanpa SIM dan mengalami kecelakaan fatal di Tol Jagorawi. Tujuh orang tewas, beberapa lainnya luka berat.

 

Media mengkritik keras, menilai Dul sebagai penyebab utama kecelakaan. Namun polisi menetapkan bahwa karena usianya masih di bawah umur, Dul tidak bisa ditahan. Ia dikenai hukuman percobaan dua tahun. Ahmad Dhani dan keluarga juga memberikan santunan dan bantuan kepada keluarga korban, termasuk biaya pendidikan.

 

Meski banyak yang menuntut keadilan, penyelesaian ini dianggap sah secara hukum, karena sistem pidana anak di Indonesia memang memberikan ruang pendekatan restoratif.

 

Cristiano dalam Perspektif yang Sama

Berbeda dengan Dul yang masih di bawah umur, dan Rasyid yang berasal dari lingkungan politik, Cristiano adalah mahasiswa aktif yang sedang menjalani pendidikannya. Ia tidak ugal-ugalan, tidak sedang dalam pengaruh zat terlarang, dan tidak mencoba melarikan diri. Fakta-fakta ini seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam proses hukum.

 

Cristiano mengalami trauma berat, menunjukkan rasa bersalah, dan keluarganya langsung bersikap terbuka untuk bertanggung jawab. Jika dalam dua kasus sebelumnya negara mengambil pendekatan yang tidak semata-mata represif, maka keadilan yang proporsional seyogianya juga diberikan pada Cristiano.

 

Menimbang Keadilan Substantif

Hukum bukan hanya soal menghukum. Ia juga tentang mendidik, memulihkan, dan menegakkan rasa keadilan publik. Cristiano bukanlah kriminal, melainkan anak muda yang mengalami musibah tragis. Apakah kita harus menghukum seseorang semata untuk memuaskan amarah publik? Ataukah kita lebih bijak menempuh jalur restoratif yang mendidik dan menyembuhkan?

 

Dalam banyak kasus di dunia, termasuk Indonesia, pendekatan keadilan restoratif mulai diutamakan, terutama untuk pelaku yang:

  • Tidak memiliki niat jahat (dolus);
  • Menunjukkan penyesalan dan tanggung jawab;
  • Siap memulihkan korban atau keluarga korban secara adil.

 

Mendorong Keadilan yang Setara

Keadilan bukan tentang siapa kamu, melainkan bagaimana kamu bertanggung jawab. Jika Dul dan Rasyid diberi ruang untuk bertobat dan memperbaiki kesalahan tanpa harus meringkuk dalam penjara, maka perlakuan setara adalah bentuk dari keadilan yang sejati.

 

Dalam konteks ini, Cristiano seharusnya diberi kesempatan yang sama: menjalani proses hukum secara terbuka, tetapi tidak dengan pendekatan yang menghukumnya seperti kriminal kelas berat. Ia adalah mahasiswa, seorang anak muda yang masih bisa diarahkan, dibina, dan diberi tanggung jawab sosial yang konstruktif.

 

Ruang untuk Harapan dan Perubahan

Tragedi ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua: tentang pentingnya kehati-hatian di jalan, empati dalam menilai, dan bijak dalam menegakkan hukum. Cristiano Tarigan harus tetap bertanggung jawab, tetapi juga layak mendapatkan keadilan yang manusiawi, seimbang, dan tidak diskriminatif.

 

Karena dalam setiap tragedi, selalu ada ruang untuk penyembuhan—bukan hanya untuk korban, tetapi juga untuk pelaku yang ingin memperbaiki diri.

 

 

 

Penulis: Arjuna H T Munthe

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Menimbang Keadilan dalam Tragedi Jalanan. Cristiano Tarigan dan Cermin Kasus Dul serta Rasyid Rajasa

Iklan