terkini

Iklan Podcast

Setia Budi Tarigan dan Jejak Kebaikan yang Tak Pernah Ia Pamerkan

Lidinews
Senin, 6/09/2025 02:54:00 AM WIB Last Updated 2025-06-08T19:54:06Z


Jakarta, Lidinews.id - Di tengah hiruk-pikuk zaman, ketika pencitraan menjadi komoditas dan setiap tindakan seolah harus dicatat serta disiarkan demi pengakuan publik, masih ada orang-orang yang memilih jalan sebaliknya. Mereka berjalan tenang, membantu tanpa riuh, memberi tanpa sorotan, dan membangun tanpa menuntut tepuk tangan.

 

Setia Budi Tarigan adalah salah satu dari sedikit manusia seperti itu. Ia bukan politisi, bukan pula tokoh agama, dan tidak pula aktivis sosial yang saban hari tampil di layar kaca. Namun namanya disebut dengan penuh hormat dari mulut ke mulut, dari desa-desa kecil di Sumatera hingga pelosok yang mengenalnya lewat jejak yang ia tinggalkan.

 

Setia Budi Tarigan dikenal sebagai seorang pengusaha. Ia adalah Direktur Operasional di sebuah perusahaan transportasi pariwisata yang melayani rute-rute lintas Sumatera hingga ke Pulau Jawa. Di atas kertas, ia tampak seperti pebisnis biasa: sibuk, strategis, dan logis. Tapi bagi banyak orang, terutama mereka yang pernah disentuh oleh kemurahannya, Budi Tarigan bukan sekadar pengusaha—ia adalah figur ayah, sahabat, dan pelindung yang hadir saat banyak orang sedang kehilangan harapan.

 

Membangun Tanpa Sorotan

Salah satu bukti konkret dari kemurahan hati Budi Tarigan adalah partisipasinya dalam pembangunan dua unit rumah bagi penyandang disabilitas di bawah naungan Yayasan Kesejahteraan Penyandang Disabilitas (YKPD) GBKP Alpha Omega, yang berlokasi di Desa Simpang Lingga, Kabanjahe, Kabupaten Karo.

 

Tidak banyak yang tahu tentang pembangunan rumah ini. Tidak ada seremoni peresmian besar-besaran, tidak ada liputan media, tidak pula baliho yang memampang wajah sang dermawan. Rumah-rumah itu dibangun dalam senyap, dan yang penting baginya hanyalah bahwa mereka yang membutuhkan punya tempat berteduh yang layak.

 

"Beliau tidak pernah ingin disebut atau diliput," ujar seorang pengurus yayasan yang tidak ingin namanya disebut. “Pak Budi hanya bilang: kalau rumah ini bisa membantu adik-adik di sini agar hidup lebih tenang, saya bahagia.”

Kebahagiaannya, tampaknya, bukan berasal dari pujian, melainkan dari keyakinan bahwa apa yang ia lakukan membawa manfaat langsung. Dalam dunia yang sering kali mengukur nilai dengan sorotan kamera, Budi Tarigan justru merasa tenang saat kebaikannya tidak diketahui banyak orang.

 

Dukungannya Terhadap Gereja dan Nilai-Nilai Lintas Iman

Di luar sumbangan fisik, Budi Tarigan juga dikenal luas di lingkungan gereja-gereja, khususnya di wilayah lintas Sumatera dan Jawa. Sering kali, ia menjadi donatur tetap untuk kegiatan-kegiatan gereja, baik yang berhubungan dengan pembinaan iman, kegiatan pemuda, maupun pelayanan sosial.

 

Ia tidak membatasi dukungannya pada satu denominasi. Ketika suatu gereja kecil di kota kecil hendak mengadakan perkemahan rohani dan kekurangan biaya transportasi, Budi Tarigan menyumbangkan armada bus dengan harga diskon atau, tak jarang, secara cuma-cuma.

 

“Pak Budi paham betul, bahwa pembentukan karakter anak muda penting,” ujar seorang pendeta muda dari Medan. “Dia tidak hanya bantu dana. Dia ikut berpikir, kadang duduk bersama panitia, bahkan menyarankan program yang bisa dijalankan di tempat-tempat wisata rohani.”

 

Apa yang ia lakukan tidak sekadar mencerminkan kedermawanan. Ia hadir, ia peduli, dan ia menganggap setiap program sosial dan keagamaan sebagai investasi jangka panjang terhadap masa depan masyarakat.

 

Kepedulian Terhadap Pemuda dan Kesempatan Kerja

Tak terhitung sudah berapa banyak pemuda yang mengaku mendapatkan pekerjaan atau kesempatan berkarier karena bantuan dari Budi Tarigan. Ia membuka peluang di perusahaan miliknya untuk anak-anak muda dari keluarga tidak mampu, dari lulusan SMA hingga mereka yang baru saja keluar dari bangku kuliah.

 

Tidak semua langsung dipekerjakan. Beberapa ia bantu dengan pelatihan, menghubungkan mereka dengan mitra usahanya di bidang pariwisata, jasa transportasi, bahkan UMKM.

 

Salah seorang pemuda dari kawasan Tigapanah menyampaikan kisahnya. Ia sempat menganggur selama dua tahun setelah lulus sekolah kejuruan. Setelah dikenalkan oleh seorang kerabat kepada Budi Tarigan, ia diajak magang selama tiga bulan, kemudian diangkat menjadi staf tetap bagian teknis. "Kalau bukan karena Pak Budi, mungkin saya sudah menyerah. Dia bukan hanya beri saya pekerjaan, tapi juga semangat,” tuturnya.

 

Kisah serupa juga ditemukan dari beberapa daerah lain di Karo. Dari anak sopir angkot yang kini bekerja sebagai admin logistik, hingga anak petani yang dilatih menjadi mekanik, semua mereka mengaku, pintu kehidupan baru mereka dibuka oleh tangan Budi Tarigan.

 

Berbagi dalam Senyap di Momen Hari Raya

Sudah menjadi kebiasaan keluarga Setia Budi Tarigan untuk berbagi sembako menjelang hari besar keagamaan. Seminggu sebelum Natal dan Idul Fitri, sejumlah keluarga kurang mampu di lingkungan tempat tinggalnya menerima paket sembako yang dibagikan oleh anak-anaknya sendiri. Tidak ada kamera. Tidak ada foto viral di media sosial. Yang ada hanyalah raut syukur dan mata berkaca dari para penerima.

 

Ketua RT setempat mengaku setiap tahun menyiapkan daftar warga yang benar-benar membutuhkan, lalu menyerahkannya kepada keluarga Budi Tarigan. "Beliau tidak mau sembarangan. Dia mau yang benar-benar membutuhkan. Dan yang membagikan adalah anak-anaknya. Dia bilang, biar mereka belajar merasakan langsung apa itu berbagi."

 

Budi Tarigan, dengan cara itu, tidak hanya memberi bantuan. Ia juga mendidik. Ia mengajarkan nilai empati dan kesetaraan secara nyata kepada generasi berikutnya—bukan lewat ceramah, tapi lewat pengalaman langsung.

 

Menjadi Penopang Saat Orang Lain Tumbang

Dalam beberapa peristiwa bencana lokal—baik kebakaran, banjir, atau longsor kecil yang tidak sempat terpantau media besar—Budi Tarigan sering kali hadir lebih dulu daripada pemerintah. Ia mengirim logistik, membantu membangun kembali rumah yang roboh, bahkan menyediakan transportasi bagi keluarga yang harus dievakuasi.

 

Yang mengejutkan, ia sering melakukannya tanpa menyebut nama. Pernah dalam satu peristiwa, warga hanya tahu bahwa bantuan datang dari "donatur tak dikenal." Belakangan, diketahui bahwa bantuan itu berasal dari Budi Tarigan.

 

Mengapa semua ini tidak pernah ia umumkan?

Karena bagi Budi Tarigan, kebaikan tidak perlu diumumkan. Ia percaya bahwa Tuhan mencatat, bahkan ketika manusia tidak melihat. “Bagi saya, cukup satu orang saja yang tahu bahwa saya menolongnya, dan itu adalah dia yang saya tolong,” begitu kata Budi dalam satu kesempatan.

 

Kebaikan yang Menular dan Mengakar

Karena keteladanannya, banyak orang di lingkaran terdekatnya ikut terdorong untuk berbuat hal serupa. Beberapa karyawan perusahaannya kini membuat komunitas kecil untuk membantu sesama, memberikan pelatihan kerja, atau mengumpulkan donasi untuk pendidikan anak-anak yang putus sekolah. Salah satu mantan sopirnya kini menjadi relawan tetap di sebuah panti asuhan. Ketika ditanya mengapa, ia menjawab: “Karena saya belajar dari Pak Budi. Saya ingin jadi orang baik juga.”

 

Kebaikan, tampaknya, menular. Tapi hanya jika dimulai oleh mereka yang melakukannya dengan tulus dan konsisten. Dan dalam konteks ini, Budi Tarigan bukan hanya telah menularkan kebaikan, ia telah menanamkannya hingga mengakar dalam kehidupan orang-orang sekitarnya.

 

Menghindari Sorotan, Memilih Kedalaman

Dalam setiap tindakannya, Budi Tarigan seolah menolak jadi tokoh. Ia tidak pernah hadir di seminar-seminar sosial, tidak membuat yayasan atas nama sendiri, tidak membuat kanal YouTube atau media sosial untuk menyiarkan aktivitas sosialnya. Ia tetap seorang warga biasa, bekerja dalam kesederhanaan, memberi dengan kebijaksanaan.

 

Ia bukan tokoh yang bicara tentang perubahan sosial di panggung besar. Tapi ia adalah tokoh yang menjalankan perubahan itu dari dapur ke dapur, dari desa ke desa, dari satu orang ke satu orang.

 

“Kalau semua orang mau dikenal karena kebaikannya, siapa yang akan berbuat kebaikan dalam diam?” katanya suatu waktu dalam percakapan santai. Kalimat itu menggambarkan filosofi hidupnya dengan sangat tepat.

 

Setia Budi Tarigan telah memberi contoh, bahwa dalam dunia yang serba bising ini, masih ada ruang untuk ketulusan yang tidak haus panggung. Ia hadir sebagai sosok yang menunjukkan bahwa kekayaan bukan diukur dari apa yang ditumpuk, melainkan dari apa yang dibagi. Bahwa kehormatan tidak tumbuh dari sanjungan, tapi dari pengakuan diam-diam oleh mereka yang hidupnya telah ia sentuh.

 

Ia bukan seorang tokoh besar dalam sejarah nasional. Namun bagi banyak orang kecil yang ia bantu, Setia Budi Tarigan telah menulis sejarah kecil yang berarti dalam hidup mereka. Dan barangkali, dalam dunia yang terlalu sibuk untuk mendengarkan suara hati, sosok seperti dia adalah suara yang perlu kita dengar lebih sering.

 

 

Reporter : Arjuna H T Munthe

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Setia Budi Tarigan dan Jejak Kebaikan yang Tak Pernah Ia Pamerkan

Iklan