Puluhan massa aksi yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Sulawesi Selatan (FPR Sul-Sel) kembali menggelar aksi di depan kampus Sekolah Tinggi Manajemen Ilmu Komputer (Stimik) Akba, Jln Perintis Kemerdekaan VII, Senin, 16/3.
Aksi yang berlangsung selama lebih satu jam ini menyoroti soal sikap kampus Stimik Akba yang men-Droup Out (DO) 11 mahasiswanya karena menggelar aksi memprotes kebijakan kampus. Aksi ini dilakukan dengan orasi ilmiah secara bergiliran, pembentangan spanduk, dan aksi teatrikal yang menggambarkan soal kondisi kampus yang sedang darurat demokrasi.
"Kami di DO secara sepihak oleh kampus tanpa memberikan ruang pembelaan terhadap kami, SK DO dikeluarkan tanpa proses mekanisme Komisi Etik, jelas keputusan tersebut sangatlah tidak mendasar dan tidak dapat didiamkan saja," terang Fatur salah satu mahasiswa yang di DO dalam orasinya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Misbah, menurutnya kebijakan kampus mengeluarkan SK DO kepada 11 mahasiswa mencerminkan watak fasisme birokrasi kampus. Hal ini menurutnya menyalahi prinsip penyelenggaran dan bertentangan dengan semangat utama Perguruan Tinggi yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Menyampaikan pendapat di muka umum telah dijamin oleh konstitusi, kampus haruslah menghargai karena itu merupakan hak asasi yang melekat pada diri manusia", Misbah.
"Menggelar aksi mengkritisi kebijakan kampus bukanlah hal ilegal, dan sikap anti kritik birokrasi kampus dengan mengeluarkan SK DO kepada 11 mahasiswa jelas bukanlah sebuah solusi", tambah Misbahuddin.
Diketahui mengenai status 11 mahasiswa, 6 mahasiswa diantaranya telah mengurus surat pindah ke kampus STIMIK Handayani. Sementara 5 mahasiswa tetap terus mengupayakan pencabutan SK DO.
"Sesegara mungkin kami akan ajukan gugatan ke PTUN, karena sejauh ini kami melihat kinerja dari LLDIKTI Wilayah 9 dan Ombudsman perwakilan Sul-Sel tidak serius menangani masalah kami", keluh Misbah.
Dalam aksi kali ini, massa aksi juga turut menyuarakan soal kasus kekerasan akademik yang marak terjadi di Sulawesi Selatan. Seperti kasus DO 4 mahasiswa IAIM Sinjai, 29 mahasiswa UKI Paulus Makassar, dan 22 mahasiswa Universitas Cokrominoto Palopo.