Terdapat banyak defenisi tentang pemuda, baik defenisi secara fisik maupun secara psikis tentang siapa figure yang pantas disebut pemuda serta apakah pemuda selalu diasosiasikan dengan semangat dan usia?.
Tentunya pertanyaan itu yang sangat mendasar dalam benak kita. Disisi lain pemuda juga adalah individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan optimis. Namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil.
Pemuda menghadapi perubahan sosial maupun cultural. Disamping hal itu juga pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional.
Sehingga pemuda juga merupakan sumber daya manusia pembangunan baik saat ini maupun nanti yang akan menggantikan generasi sebelumnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang kepemudaan pasal 1 ayat (1), menyatakan bahwa "Pemuda adalah warga Negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 tahun."
Penghayatan mengenai proses perkembangan manusia bukan sebagai kontinum yang sambung menyambung tetapi fragmentaris, terpecah pecah dan setiap fragmen mempunyai artinya sendiri.
Dalam hal tersebut, pemuda terdapat perbedaan dari anak dan orang tua dan masing masing fragmen itu mewakili nilai sendiri. Dengan kata lain pemuda sebagai suatu subjek dalam hidup, tentulah mempunyai nilai sendiri dalam mendukung dan menggerakan bersama.
Hal ini bisa terjadi apabila tingkah laku pemuda itu sendiri ditinjau dari interaksi dalam lingkungannya.
Beberapa kedudukan pemuda dalam Pertanggung jawab atas tatanan masyarakat adalah:
1. Kemurniaan idealismenya
2. Keberanian dan keterbukaannya dalam menyerap nilai nilai dan gagasan gagasan yang baru
3. Semngat pengabdiannya
4. Spontanitas dan dinamikanya
5. Inovasi dan krarifitas
6. Keteguhan janjinya dan keinginan untuk menampilkan sikap dan kepribadian nya yang mandiri.
Dalam hal ini juga banyak pemuda ditanah rantauan. Kita hidup diperantuan harus benar benar-benar berpegang pada komitmen dan prinsip. Nilai kebaikan harus dirawat, tumbuhkan pula rasa peduli terhadap realitas sosial yang yang ada.
Implementasikan dengan masyarakat setiap pengalaman yang ada selama berada ditanah perantauan. Jauhkan prakmatis, lalu kembalilah ke Desa kita untuk membangun Desa kita yang madani.
Karena kita memiliki pengalaman yang berbeda beda, itu semua khasanah epistemologi (pengetahuan) dalam dialektika berfikir dalam membangun Desa.
Penulis : Arnoldus Baji (Pemuda asal Desa Golo Lijun)
