terkini

Iklan Podcast

Fenomena Bullying Di Media Sosial

Lidinews
Jumat, 9/15/2023 08:08:00 PM WIB Last Updated 2023-09-15T13:08:31Z

Penulis : Monas

Paralegal Lembaga Pendampingan Perempuan dan Anak Bina Aisyah Kalimantan Timur


Gambar : Fenomena Bullying Di Media Sosial. Lidinews.id


Lidinews.id - Bullying dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penindasan, merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus-menerus.


Apabila perbuatan tersebut dilakukan melalui media sosial seperti WA, Instagram, Twitter, dll dikenal dengan istilah cyberbullying.


Media sosial (medsos) memiliki manfaat dan pengaruh cukup besar untuk Era Modern ini.


Dengan media sosial orang-orang bisa saling mengenal, berekspresi melalui postingan-postingan, konten yang bermanfaat, menghibur, termaksud dalam hal mencari keadilan, menginggat di Indonesia terkenal Istilah No Viral No Justice.


Namun, hadirnya media sosial juga menimbulkan masalah-masalah sosial baru, salah satunya cyberbullying yaitu membuat postingan yang menjelek-jelekan target atau dengan cara-cara buruk lainnya melalui media sosial.


Kebebasan berekspresi melalui medial sosial membuat banyak individu tidak takut untuk meninggalkan komentar-komentar buruk yang memuat ungkapan hinaan, cacian, diskriminasi SARA, dan  bodyshaming.


Orang-orang tersebut merasa aman dalam melakukan bullying karena adanya Anonimitas yang disediakan oleh media sosial yang menyebabkan banyak orang yang merasa identiasnya tidak akan ketahuan.


Banyak individu di medsos memberikan hujatan berkedok kritik. Individu itu berdalih menyapaikan suatu kritik untuk memperbaiki sesuatu yang dianggap salah.


Sayangnya, banyak netizen Indonesia yang tidak bisa membedakan antara kritik dan hujatan, kritik yang mereka berikan cenderung mengarah pada penghinaan, diskriminasi, dan bodyshaming.


Selain itu, komentar negatif berupa hujatan juga mempengaruhi pikiran individu lain yang membacanya, sehingga lahirlah fenomena “ikut-ikutan” yang menyebabkan banyak warganet yang tergiring untuk melemparkan komentar negatif tanpa mencari tau kebenarannya.


Hal ini yang menyebabkan tingginya angka cyberbullying di Indonesia, berdasarkan survey Platform riset data jajak pendapat (Jakpat) yang dilaksanakan pada periode 14 Maret 2023 Cyberbullying menempati posisi ke tiga bullying yang paling banyak di alami korban dengan presentase mencapai 19,6% responden setelah kekerasan verbal dengan presentase 87,6% dan kekerasan fisik 27,5%. [1]


Menurut Psikolog Dr MM Nilam Wirdyani, MSi, dalam Health-Liputan6.com, cyberbullying umumnya memberikan dampak kepada Korban yaitu menderita emosi negatif (sedih, merasa tidak berdaya, marah, dendam yang dalam) dan efeknya juga membekas jangka panjang.


Selain itu, cyberbullying menyebabkan tekanan sosial, stress, trauma, hingga bunuh diri bagi korban.[2] Oleh karena itu diperlukan kesadaran warganet dalam berkomentar dan kesadaran akan adanya pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.


Hadirnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai solusi untuk mengimbangi perkembangan teknologi. Semakin tinggi teknologi semakin beragam pula bentuk kejahatannya termaksud bullying yang berkembang menjadi cyberbullying.


UU ITE sebagaimana telah diubah dengan UU 19/2016 pada prinsipnya mengatur Tindakan yang menunjukan penghinaan terhadap orang lain, yang dimuat dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE yang berbunyi:”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.[3]

Ancaman Pidana bagi yg melanggar pasal 27 ayat (3) tersebut adalah pidana penjara paling lama 4 tahun dan atau/atau denda paling banyak Rp 750 juta.


Delik hukum pencemaran nama baik di medsos yg diatur dalam pasal 310 KUHP dan pasal 27 ayat (3) ITE jo.pasal 25 UU 19/2026 adalah delik aduan, sehingga hanya korban yang bisa memproses.


Sekalipun telah hadir UU ITE, tetapi tidak menyurutkan bullying yang terjadi di media sosial.


Menurut penulis ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya cyberbullying di Indonesia:


1. Perkembangan teknologi; perkembangan teknolongi yang pesat mempengaruhi perilaku bullying, mengigat Indonesia termaksud negara pengguna Internet terbesar ke-4 menurut data Statistika tahun 2023 dengan pengguna 212,9 juta pengguna. [4]


Selain itu, pelaku cyberbullying tidak perlu takut mendapatkan balasan karena pelaku biasanya bersifat anonim atau tidak dikenal. Dampaknya pada mental psiskis penerima komentar jahat.


Menurut Taufan Teguh Akbari, M.Si, Dean dari Business Studies LSPR Jakarta dan founder Rumah Millennials bahwa komentar jahat melalui media sosial justru lebih besar dampak buruknya dibandingkan dengan diutarakan secara langsung.[5]


2. Kurangnya pengetahuan terkait risiko hukum; sekalipun telah lahir UU ITE di tegah-tengah masyarakat, tetapi banyak masyarakat yang tidak tahu terkait aturan itu.


Penyebabnya adalah rendahnya Pendidikan di Indonesia dan sosialisasi UU yang tidak sampai pada lapisan masyarakat bawah.


Selain itu, minat baca masyarakat Indonesia yang rendah menjadi alasan pendukung lainnya. Berdasarkan data UNESCO tahun 2017 Indonesia urutan kedua dari bawah artinya minat baca masyarakat sangat rendah hanya 0,001%. Artinya dari 1000 hanya 1 orang yang rajin membaca.[6]


3. Lemahnya control diri dan sosial; lemah atau bahkan hilangnya control sosial menjadi penyebab terjandinya cyberbullying. Banyak warganet yang tidak mampu menahan diri dan jari untuk tidak melontarkan komentar jahat.


4. Budaya hujat ikut-ikutan; banyak warganet Indonesia yang suka ikut-ikutan menghujat tanpa tau apa kasusnya. Penyebab utamanya yaitu kurangnya literasi pada masyarakat.


Kebiasan dari masyarakat hanya membaca headline berita tanpa membaca isinya. Hal ini juga, menyebabkan banyak masyarakat yg termakan hoaks dan berakhir menggiring serta menghujat orang tanpa tau kenbenarannya.


Menurut penulis, untuk meminimalisir Cyberbullying di Indonesia, harus di mulai dari dunia Pendidikan. Pendidikan karakter harus lebih di tekankan kepada murid-murid di sekolah.


Selain itu, harus adanya sosialisasi terkait bahaya bullying sekaligus aturanya kepada seluruh kalangan karena komentar jahat di sosial media datang dari berbagai kalangan.


Adanya Upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat terkait pengertian dan bahaya bullying, karena banyak masyarakat yang melakukan bully tanpa sadar karna tidak paham akan definisi dan bahaya bully.


Terakhir mengontrol penggunaan gadget dan sosial media pada anak serat menumbuhkan minat baca pada anak sejak dini.

 

 






https://goodstats.id/article/kekerasan-verbal-jadi-jenis-bullying-yang-paling-banyak-dialami-masyarakat-rkXuT


https://www.liputan6.com/health/read/3304433/psikolog-cyberbullying-bisa-membuat-korban-jadi-depresi


<ndang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik


https://data.goodstats.id/statistic/agneszefanyayonatan/indonesia-peringkat-4-ini-dia-7-negara-pengguna-internet-terbesar-di-dunia-FLw6V


https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20171229090331-445-265417/maraknya-komentar-jahat-di-media-sosial


https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media






Fenomena Bullying Di Media Sosial

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Fenomena Bullying Di Media Sosial

Iklan