Oleh : Roy Fachraby Ginting
Dosen Ilmu Sosial dan Budaya Dasar USU
Gambar : Mencegah Kepunahan Aksara Karo, Dengan Penguatan Jati Diri Karo Sebagai Suku Bangsa Yang Bermartabat. Lidinews.id |
Pengertian Bangsa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, bangsa dapat didefinisikan sebagai kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa, serta sejarahnya, dan memiliki pemerintahan sendiri.
Lidinews.id - Salah satu yang mendasar tentang identitas faktor pembentukan sebuah bangsa yakni memiliki pandangan yang memegang teguh kekerabatan, etnis, ras, daerah, bahasa, serta adat istiadat.
Salah satu simbol jati diri suku Karo adalah bahasa, dalam hal ini tentu bahasa Karo. Hal itu sejalan dengan semboyan yang selama ini kita kenal, yaitu “bahasa menunjukkan bangsa”.
Setiap bahasa pada dasarnya merupakan simbol jati diri penuturnya, begitu pula halnya dengan bahasa Karo merupakan simbol jati diri bangsa.
Oleh karena itu, bahasa dan aksara Karo harus senantiasa kita jaga, kita lestarikan, dan secara terus-menerus harus kita bina dan kita kembangkan agar tetap dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana komunikasi modern yang mampu membedakan suku kita dari suku suku bangsa di dunia ini.
Ketika kita bicara bahasa maka hal ini tentu tidak akan terlepas dari aksara. Ada tiga unsur budaya yang saling bertautan, yaitu bahasa, sastra, dan aksara.
Ketiga unsur tersebut tidak hanya saling bertautan tetapi lebih dari itu bahasa, sastra, dan aksara adalah simbol-simbol hasil pemikiran dan kehidupan spritual umat manusia.
Bahasa adalah suatu kemampuan alamiah yang dianugerahkan kepada umat manusia sehingga kita menyadari bahwa tanpa bahasa umat manusia tidak mungkin mempunyai peradaban.
Bahasa merupakan suatu kepemilikan yang lekat secara biologis pada manusia karena hampir semua aktivitas manusia memerlukan bahasa.
Aksara adalah sebuah simbolisasi visual yang tertera pada media tulis berupa kertas, kayu, bambu, daun, batu, logam dan media prasasti lainnya.
Simbol visual difungsikan untuk mengutarakan ataupun menterjemahkan unsur unsur ekspresif dari suatu bahasa lisan menjadi tulisan, dengan ketentuan disepakati dan
dimengerti oleh para penggunanya.
Aksara atau sistem penulisan adalah suatu sistem simbol visual yang tertera pada kertas maupun media lainnya (batu, kayu, kain, dll) untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa.
Istilah lain untuk menyebut aksara adalah sistem tulisan. Alfabet dan abjad merupakan istilah yang berbeda karena merupakan tipe aksara berdasarkan klasifikasi fungsional.
Di Indonesia terdapat beragam macam bentuk
aksara yang mewakili setiap daerahnya masing-masing.
Tulisen (aksara) Karo atau juga disebut Surat Aru (Haru), merupakan salah satu tulisan (aksara) no-Latin yang ada di Nusantara.
Aksara Karo ini merupakan peninggalan budaya dari masyarakat (etnis) Karo yang berbentuk tulisan simbol-simbol yang dimiliki oleh masyarakat Karo kuno. Aksara Karo sekalipun saat ini sudah sangat jarang di pakai dan digunakan.
Berikut ini dapat kami sampaikan ilmu dasar aksara Karo yang huruf lafalnya sebagai berikut :
a - ha - ka - ba - pa - na - wa - ga - ja - da - ra - ma - ta - sa - ya - nga - la - ca - nda - mba - i - u
Sedangkan untuk angka Suku Karo menyebut dengan lafal :
Sada, dua, telu, empat, lima, enem, pitu, waluh, siwah dan sepuluh.
Sedangkan setelah angka lewat sepuluh, suku Karo memulainya dengan Sepulu sada dan seterusnya.
Tulisan atau aksara Karo ini tumbuh dan berkembang di masyarakat (etnis) Karo serta tersebar luas di wilayah yang dihuni suku Karo.
Aksara Karo dipengaruhi oleh bentuk aksara dari India. Aksara ini mulai masuk ketika mulai penyebaran agama Hindu dan Budha ke Karo. Awal masuknya aksara ke tanah Karo di
perkirakan sekitar awal I (pertama) yang dibawa langsung oleh bangsa Tamil yang bersamaan dengan masuknya kepercayaan Hindu (Senata Dharma).
Di sebut aksara Karo, karena tumbuh dan berkembang, serta dipergunakan secara meluas di wilayah-wilayah Karo (Dataran Tinggi Bukit Barisan dan Pesisir Pantai Timur Sumatera), dan dipakai oleh masyarakat Karo untuk menuliskan cakap (bahasa) Karo.
Media dalam penulisan aksara Karo tidaklah jauh berbeda dengan aksara-aksara kuno lainnya, yang dimana semua dapat dijadikan media tulis, baik itu kayu, bambu, batu, daun, logam, kertas, dan lain-lain (media sastra klasik).
Namun, di Karo yang paling sering ditemui adalah menulis pada bilah bambu ataupun kulit kayu, hal ini ditunjukkan dengan adanya kebiasaan masyarakat Karo zaman dahulu khususnya kaum muda yang menuliskan rintihan atau ratapan hidupnya terkhusus berkaitan dengan asmara yang diukir pada kulit bambu ataupun kayu, populer dengan sebutan buluh bilang-bilang.
Dalam buku A.G Sitepu (1996) yang berjudul “Budaya Karo” mengatakan bahwa sejarah aksara Batak Karo sering juga disebut surat Aru (Haru) yang merupakan aksara yang diturunkan secara langsung dari aksara Pallawa (Wenggi) yaitu perkumpulan dari aksara Brahmi yang
berkembang di India bagian selatan.
Demikan juga pada buku R Bagun (1089) yang berjudul “Mengenal Orang Karo” mengatakan bahwa aksara Karo diturunkan dari aksara
Nagari (Devanagari), yang merupakan masih perkumpulan dari aksara Brahmi yang berkembang dari India bagian Utara dan masuk ke Tanah Karo sekitar abad ke-5 bersamaan dengan masuknya ajaran agama Budha.
Tulisen atau aksara Karo pada jaman dahulu selain sebagai media komunikasi (surat-menyurat), juga dipergunakan untuk beberapa hal, seperti: menuliskan mangmang/ tabas atau mantra, kitab ketabiban atau ilmu pengobatan, bilang-bilang (ratapan), ndung ndungen atau pantun, kuning-kuningen (teka-teki).
Demikian juga tentang turi-turin (cerita berbentuk prosa yang biasanya memuat silsila, kejadian, ataupun kisah kehidupan), kitab mayan/ ndikar (kitab ilmu bela diri), musuh berngi (surat kaleng), kontrak atau perjanjian, surat izin (surat jalan/izin memasuki wilayah Taneh Karo), dan lain-lain.
Namun, belakangan ini penggunakan aksara Karo kian menghilang, sehingga bisa dikatakan terancam punah.
Saat ini aksara Karo sudah mulai terancam punah karena semakin jarang digunakan. Naskah dan prasasti yang memuat aksara Karo banyak yang hilang tanpa bekas.
Saat ini, hampir merata generasi muda Karo tidak mengenal dan mengetahui aksara Karo. Ancaman kepunahan aksara Karo mesti dicegah dengan berbagai cara, mulai dari mendokumentasikannya secara digital, mengajarkannya di sekolah, hingga memasifkan penggunaannya.
Untuk itu, perlu kiranya digali kembali dan dibuat sebuah wadah atau kelompok untuk memperkenalkan ke khalayak ramai, melalui kursus kursus atau pelatihan, seminar atau perlombaan untuk meragsang minat anggota masyarakat terhadap aksara Karo.
Selain sebagai sistem penulisan, aksara Karo juga menjadi jati diri bangsa sekaligus bukti kecerdasan masyarakat Karo di masa lalu. Aksara dan bahasan Karo merupakan identitas masyarakat pendukungnya. Dengan demikian, aksara Karo merupakan jati diri Masyarakat Karo itu sendiri.
Jangan sampai masyarakat Karo justru kehilangan Ke Kini Karo-anya ketika bahasa dan aksaranya hilang tanpa bekas.
Aksara dan bahasa Karo adalah pemartabatan dan jati diri dari Komunitas masyarakat Karo yang berbudaya, maju dan cerdas. Hal ini terlihat dengan beberapa peninggalan literatur dan literasi yang masih tersisa terdokumentasi dengan baik, lewat aksara yang di miliki oleh masyarakat Karo sebagai penuturnya.
Indonesia terdiri atas ratusan aksara suku suku di daerah. Di antara ratusan aksara daerah itu, masyarakat suku Karo hendaknya memiliki cara dan strategi untuk menjaga dan merawat serta melestarikan aksara Karo dalam upaya pemartabatannya.
Untuk pemartabatan suku Karo maka aksara Karo perlu terus di lestarikan dan di kembangkan dengan kebijakan serta harus di pengaruhi oleh kekuasaan pejabat di daerah dengan ditandai oleh perubahan paradigma.
Hal itu bisa di mulai dengan menuliskan nama nama jalan di daerah Kabupaten Karo dan di wilayah yang secara Tradisional di huni oleh suku Karo seperti di Langkat, Deli Serdang, di Dairi, Simalungun Atas dan Kota Medan.
Sebagai bagian dari upaya menjaga kelestarian aksara Karo maka perlu sekali di buat seminar dan pelatihan serta aksara Karo ini kembali di ajarkan di Sekolah Dasar dan perlu juga di buat Kampung Aksara Karo sebagai uji coba di Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang, Dairi dan Langkat.
Program dan kegiatan ini tentu sangat penting untuk kembali mengenalkan aksara Karo kepada masyarakat yang dinilai sebagian telah melupakan, bahkan tidak mengenali aksara suku dan daerah mereka sendiri.
Masyarakat Karo perlu kembali memahami betapa pentingnya aksara Karo ini. Aksara Karo sebagai bagian dari jati diri masyarakat Karo, perlu dikenalkan kembali kepada kaum milenial.
Dengan demikian akan tumbuh kebanggaan dan percaya diri serta bangga menggunakan aksara Karo dalam kehidupan sehari-hari dan dengan demikian suku Karo tidak hilang rasa ke Karo-an-nya.
Keberadaan kampung aksara Karo tersebut bisa menjadi pemicu agar daerah lain bisa melakukan hal serupa.
Kita berharap dengan adanya seminar aksara dan Kampung Aksara Karo, selain bisa belajar tentang aksara Karo dan lokasinya hendaknya dekat dengan Situs yang berkaitan dengan kebudayaan sebagai daerah tujuan wisata.
Mencegah Kepunahan Aksara Karo, Dengan Penguatan Jati Diri Karo Sebagai Suku Bangsa Yang Bermartabat