Madura, LidiNews.com - Pendidikan disabilitas merupakan dinamic content education yang unik dan kompleks. Makanya pola didik dan pola asuhnya berbeda jika dibandingkan bentuk edukasi jenis lain.
Salah satu kurikulum ajar yang interventif bahkan "wajib" ada untuk Pendidikan Luar Biasa (PLB) sebagai variasi pendidikan difabel adalah kepramukaan. Sistem ajar dialektis dan moralis yang memang "jadul" tetapi katanya masih adaptabel dengan kontemporeritas masa.
Pendidikan Kepramukaan, Kawah Candradimuka Mental ABK
Pendidikan kepramukaan bisa menjadi ajang aktualisasi diri bagi anak berkebutuhan khusus. Termasuk meningkatkan mampu (diri/latih) dan mental sosialnya.
Sebuah sketsa asa orang tua dan pendidik PLB sehingga masih bertahan dengan insan istimewa semacam ini (ABK.Red). Harapan yang mungkin juga menjadi doa yang diucapkan tanpa henti.
Bolehlah dengan keberadaan diskursus kepramukaan beserta dialektisnya bisa memberikan udara segar bagi yang sudah patah semangat. Apalagi kurikulum beserta turunannya memang layak diacungi jempol.
Pertanyaan Sederhananya adalah Mampukah?
Anak berkebutuhan khusus perlu dan harus diberi pendidikan kepramukaan. Namun opini publik yang muncul adalah mampukah "daya serap" itu menampungnya?
Stigma ini mungkin didasarkan pada argumen kalau Anak Berkebutuhan Khusus adalah insan "kurang". Padahal ada potret kekhususan jika tidak dibilang jenius untuk anak semacam ini , yang secara praktikal bisa memenangkan persaingan dengan sebagian anak normal.
Maka dari itu, anak disabilitas tetaplah menjadi anak pramuka. Jika perlu perkenalkan mereka dengan teatrikal hidup yang lebih luas dengan diberikan pendidikan-pemdidikan aktualisasi diri yang lainnya. Bravo Pramuka.
Penulis: Ags
