Sumenep, LidiNews.com - Hari raya Idul Fitri sudah di depan mata. Disinyalir hari raya lebaran ini sudah tinggal lima hari lagi.
Seperti masa-masa sebelumnya, biasanya ketika satu pekan sebelum lebaran, jalanan yang awalnya lenggang menjadi ramai. Karena di kala itu, masyarakat tumpah ruah ke jalanan.
Tujuannya bermacam-macam. Ada yang sekadar ngabuburit, belanja takjil dan nongkrong sembari menunggu buka puasa. Namun tidak sedikit pula yang bertujuan untuk membeli kebutuhan lebaran.
Keramaian menjelang Lebaran adalah Entitas Budaya
Keramaian yg berlipatganda menjelang lebaran, disebabkann oleh entitas budaya kalau lebaran identik dengan hal baru. Termasuk rumah baru, baju baru, kendaraan baru dan "kebaruan" yang lainnya.
Karena itu masyarakat pun "menyemut" Di jalanan, area pertokoan, pasar, dealer kendaraan dan selainnya semata untuk memenuhi apa yang mereka sebut "baru" tersebut.
Dinamika dari entitas budaya ini memang tidak bisa dihindarkan. Bahkan menjadi kesan mewah tersendiri, yang membuat acara tahunan romadan (menjelang lebaran) terasa lebih meriah.
Kerumunan H-5 Lebaran Di Musim Pandemi, Tuntutan Budaya Atau Pengingkaran
Di lebaran kali ini, ada diskursus berbeda yang mencuat. Apalagi kalau bukan yang terkait dengan wacana pandemi corona.
Di satu sisi masyarakat mencoba menghindari wabah. Namun ketika menjelang H-5 lebaran, mereka unjuk perspektif baru kalau entitas budaya (tumpah di jalanan) ternyata lebih utama.
Tentu saja ini menjadi drama baru yang ending-nya sulit ditafsirkan. Jangan-jangan ada kesalahan dalam menyuarakan ketakutan akan pamdemi yang tak sampai ke akar rumpit. Atau memang rasa takut itu terkalahkan karena kebiasaan tahunan (lebaran harus baru).
Entahlah!!!! (Ags)
